Memaknai cinta yang sebenarnya, tentu kita
harus mengambil dari sumber yang yang benar pula, yakni Al-Qur’an dan Hadits, ada beberapa makna cinta dalam hadits
(cinta kepada sesama, cinta kepada lawan jenis, dan cinta kepada Allah) Berikut
ini:
1. Cinta kepada sesama
Di antara langkah syaitan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia
adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam. Ironinya,
banyak umat Islam terpedaya mengikuti langkah langkah syaitan itu. Mereka
menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan
syara’. Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi buruk
lainnya. Terkadang, putusnya hubungan tersebut langsung terus hingga
setahun. Bahkan ada yang sumpah untuk tidak mengajaknya bicara selama-lamanya,
atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tidak sengaja
berpapasan di jalan ia segera membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis ia
hanya menyalami yang sebelum dan sesudahnya dan sengaja melewatinya. Inilah
salah satu sebab kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, hukum
syariat dalam masalah tersebut amat tegas dan ancamanya pun sangat keras.
Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal
seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari
tiga hari, barang siapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal maka ia
masuk neraka” (HR: Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’: 7635)
Abu khirasy Al Aslami Radhiallahu’anhu berkata,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa
memutus hubungan dengan saudaranya selama setahun maka ia seperti mengalirkan
darahnya (membunuhnya) “ (HR: Al Bukhari Dalam Adbul Mufrad no : 406,
dalam Shahihul Jami’: 6557)
Untuk membuktikan betapa buruknya memutuskan hubungan antara
sesama muslim cukuplah dengan mengetahui bahwa Alloh menolak memberikan ampunan
kepada mereka. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “semua
amal manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada setiap Jum’at (setiap pekan) dua
kali; hari senin dan hari kamis. Maka setiap hamba yang beriman diampuni
(dosanya) kecuali hamba yang di antara dirinya dengan saudaranya ada
permusuhan. Difirmankan kepada malaikat :” tinggalkanlah atau tangguhkanlah
(pengampunan untuk) dua orang ini sehingga keduanya kembali berdamai” (HR:
Muslim: 4/1988)
Jika salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Alloh, ia harus
bersilaturrahim kepada kawannya dan memberinya salam. Jika ia telah
melakukannya, tetapi sang kawan menolak maka ia telah lepas dari tanggungan
dosa, adapun kawannya yang menolak damai, maka dosa tetap ada padanya.
Abu Ayyub Radhiallahu’anhu meriwayatkan,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak
halal bagi seorang laki-laki memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga
malam. Saling berpapasan tapi yang ini memalingkan muka dan yang itu (juga)
membuang muka. Yang terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam” (HR:
Bukhari, Fathul Bari: 10/492)
Tetapi jika ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia
meninggalkan shalat, atau terus menerus melakukan maksiat sedang pemutusan
hubungan itu berguna bagi yang bersangkutan misalnya membuatnya kembali kepada
kebenaran atau membuatnya merasa bersalah maka pemutusan hubungan itu hukumnya
menjadi wajib. Tetapi jika tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling,
membangkang, menjauh, menantang, dan menambah dosa maka ia tidak boleh
memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak membuahkan maslahat
tetapi malah mendatangkan madharat. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar
adalah terus-menerus berbuat baik dengannya menasehati, dan mengingatkannya.
No comments:
Post a Comment