الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, أما بعد
Sesungguhnya amalan-amalan hati memiliki nilai dan kedudukan yang
sangat tinggi, memperhatikan dan berilmu dengannya adalah termasuk
al-maqashid (tujuan) bukan sekedar wasa`il (sarana dan perantara).
Karenanya termasuk perkara yang terpenting adalah menjelaskan urgensi
dan kedudukannya dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunah, serta
menjelaskan berbagai maslahat yang lahir dari baiknya hati serta semua
mafsadat yang lahir dari jeleknya hati. Karenanya Allah mengingatkan,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10)Pembahasan mengenai amalan-amalan hati termasuk pembahasan yang sangat panjang di dalam kitab-kitab para ulama, dan membahas semua itu tentunya akan memakan waktu yang sangat lama. Karenanya pada kesempatan yang ringkas ini kita hanya akan membicarakan beberapa poin yang berkenaan dengannya:
a) Definisi dan tempat hati.
b) Kedudukan hati.
c) Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.
d) Hal-hal yang memperbaiki hati.
e) Hal-hal yang merusak hati.
f) Yang dimaksud dengan amalan hati.
g) Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.
h) Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh).
i) Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.
Pertama: Definisi dan letak hati.
Kata hati (arab: qalbun) mempunyai dua penggunaan dalam bahasa:
a. Menunjukkan bagian yang paling murni dan paling mulia dari sesuatu.
b. Bermakna merubah dan membalik sesuatu dari satu posisi ke posisi lain.
Lihat Mu’jam Maqayis Al-Lughah
Kedua makna ini sesuai dengan makna hati secara istilah, karena hati merupakan bagian yang paling murni dan paling mulia dari seluruh makhluk hidup yang mempunyainya, dan dia juga sangat rawan untuk berbolak-balik dan berubah haluan. Nabi bersabda:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu.” (HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik )
Adapun letaknya, maka Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan bahwa dia terletak di dalam dada. Allah berfirman, “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Dan Nabi juga bersabda tentang ketaqwaan, “Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini,” seraya beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat ketakwaan tentunya adalah dalam hati.
Bertolak dari hal ini para ulama juga membahas mengenai letak akal. Seluruh kaum muslimin bersepakat -kecuali mereka yang terpengaruh dengan filosof dan ilmu kalam- bahwa akal itu terletak di dalam hati, bukan di otak. Allah berfirman, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat berakal dengannya.” (QS. Al-Hajj: 46)
Kalau begitu letak akal adalah di dalam hati, di dalam dada, walaupun tidak menutup kemungkinan dia (akal) mempunyai hubungan dengan otak, sebagaimana tangan yang terluka akan berpengaruh pada seluruh anggota tubuh lainnya. Karenanya kalau ada seseorang yang kepalanya dipukul atau terkena benturan yang keras maka terkadang menyebabkan akal dan ingatannya hilang.
source ; http://al-atsariyyah.com/hati-menurut-islam.html
No comments:
Post a Comment